Selasa, 07 Juli 2015

BIARKAN JENDELADAN PINTU BUDAYATETAP TERBUKA
DAN TERBUKA LEBAR AGAR SEMUA MATA DAN ANGIN 
DI IZINKAN MASUK

Add caption

Minggu, 01 Juni 2014

kaus rintulu

KAUS RINTULU






Talaud Mulai Promosikan Batik Rintulu

Batik rintulu dari Talaud
KABUPATEN Kepulauan Talaud kini punya satu kain khas daerah Talaud. Kain khas yang diperkenalkan itu namanya batik rintulu. Batik rintulu ini pun beberapa waktu belakangan ini mulai dipromosikan pemerintah kabupaten Kepulauan Talaud di berbagai kesempatan. Salah satunya, di pameran pembangunan dan  promosi daerah Sulut 2013.
Bupati Talaud Drs. Constantine Ganggali, ME dan istri, Ivone Ganggali-Mananeke, juga aktif memromosikan batik rintulu ini. Di berbagai kesempatan dan acara daerah, bupati Constantine Ganggali dan istrinya, suka menggunakan batik rintulu dan selalu memperkenalkan ke masyarakat Talaud maupun luar Talaud.

Selain itu, di beberapa event promosi, batik rintulu sudah mulai terus diperkenalkan ke public. Batik rintulu selalu ikut diperkenalkan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, berdampingan bersama sejumlah produk unggulan dan potensi daerah tersebut. Termasuk pula kekayaan seni dan budaya, serta wisata alam Talaud.
Jadi, bila Anda ingin menyaksikan dari dekat bagaimana motif batik rintulu, datang saja di stand Talaud di Pameran Pembangunan dan Promosi Daerah Sulut yang berlangsung 21- 30 September 2013. (ak)
comments powered by Disqus




                                         LEGENDA BATU ULAR

Cerita rakyat pada zaman dahulu yang hubungannya dengan peristiwa sejarah kehidupam manusia pertama menemukan dan mendiami gunung Piapi. Legenda batu Ular adalah rangkuman cerita dari mulut kemulut melalui orang tua dan tua-tua adat serta pemerhati seni budaya setempat secara turun-temurun dari nenek moyang (leluhur) hingga kini merakyat. 

Konon dahulu kala di gunung Piapi hidup sepasang suami istri yang bernama Pangeran Lee,  dan putri Tannio anak turunan bangsawan dari negeri  Cina, mereka mengembara hingga masuk di bagian utara  Indonesia tepatnya gunung Piapi (Pulau Tan) sebutan di zaman Lee, setelah  di masa penjajahan  Fortugis gunung Piapi oleh Fortugis di sebut pulau tanga atau gunung tertinggi yang berada di tenga-tenga pulau karakelang, mereka menjalankan usaha dan tinggal di Piapi.  Oleh leluhur gunung Piapi pangeran Lee di sebutnya   raja Nebangka, dan ratu Tannio disebutnya Woi Wolabulaen atau Ratu Nebangka dan Woi Wulabulaen adalah sepasang suami istri yang perna tinggal di gunung piapi Pulutan.

Setelah sekian lama mereka berumah tangga, maka mendapatlah keturunan  8 (delapan) orang anak bersaudara, 7 (tujuh) anak laki-laki dan 1 (satu) anak perempuan yang masing-masing diberi nama yaitu: 1. Wonte Ratu Adio (anak sulung)  2. Wonte wulan 3. Wonte Pera 4. Wonte Tembaga 5. Wonte Salaa. 6. Wonte Ulu . 7. Wonte Bambolo. 8. Putri Errussuello (bungsu perempan).  Dari delapan  orang bersaudara 1 (satu) diantaranya anak perempuan  semata wayang yang diberi nama putri Errussu ello bintang fajar (radamaca) sebagi peran utama “interes point” dalam  pemaknaan melindungi hak asu anak atau hak asasi manusia, juga derajat bagi kaum perempuan (jender), sedangkan laki-laki adalah figur  kesastriaan kepemimpin (leadership) . . .  !   

Adapun adat-istiadat di daratan cina masyarakat sangat mempercayai hewan Naga (Ular Besar) merupakan dewa ular yang memiliki kesaktian mampu menolak bala berupa penyakit menular, bencana alam, serta dapat mengalahkan setiap musuh yang di hadapi. karena itu Naga (si Ular besar) di takuti orang cina dari semua jenis hewan, tetapi ada dua jenis hewan sahabat si Ular besar  adalah Belut dan  Biawak yang selalu setia memberikan informasi kepada raja jika terjadi pelanggaran terhadap adat istiadat, dan hal-hal lain yang sifatnya darurat emergensi terhadap kenyamanan, keamanan dan pencitraaan status pangeran atau keluarga kerajaan.  

Kebiasaan Woi Wulabulaen  setiap paginya mencuci pakaian dan mandi di sungai melam, pada satu ketika  sebelum fajar menyinsing ia terbangun lebih awal dari biasanya, lalau segera pergi kesungai, sehingga ia sala mengikuti jalan yang lazimnya  di lalui, keara yang sama ia terus mrnyusuri  jalan yang lebih baik namun terlalu  banyak tikunganya itu, di dapati hamparan belukar rumput yang hampir sama tingginya diduga hamparan kebun padi atau pandan dari aroma yang tercium menyengat, maklum saat melewati masih pagi buta sehingg tidak terlihat dengan jelas, setibanya disungai ia mandi lalu membereskan pakaian cucian bawaan dan menutupi kepalanya dengan kain selendang, dan siap kembali, ketika fajar menyinsing siluet redup memerah tandanya mulai terbitnya sang fajar mata hari pagi, ia pulang dan melalui jalan yang banyak liku-likunya tadi, ternyata yang diduga dilewati di pagi buta itu benar hamparan ladang padi, yang luasnya sejauh mata memandang buah padi menguning tumbuh dengan suburnya seakan mengoda. 

Woi Wulabulaen terpukau heran bertatanya-tanya di dalam hati siapa pemilik kebun ladang ini sesungguhnya! karena bagi dia hal ini adalah peristiwa ajaib yang mungkin dapat membawa keberuntungan, bahwa buah padi tersebut sangat baik dibuat  obat perangsang kesuburan perkembanagan janin yang dikandungnya, atau penangkal bala, juga mendatangkan berkat kemakmuran dalam kehidupan keluarganya, karena hari masi pagi tentunya tidak terlihat penjaga atau pekerja  apalagi pemilik kebun padi tersebut, ia berdiam diru sambil menunggu pemiliknya seraya memohon izin meminta tiga butir padi namun hari semakin siang pemiliknya tak kunjung tiba, dengan berani dan hati-hati ia melangkah mendekati rumpun padi, diambilnya tiga butir padi saja dari sebulir padi sebagai mana tradisi pada jumlah angka ganjil,  dibawanya pulang kemudian di isinya di dalam tembikar atau porselin  yang terbuat dari tanah liat, disimpannya di tempat yang aman. 

Woi Wulabulaen tidak mengetahui saat  saat mengambil tiga  butir padi ternyata di pantau oleh Biawak penjaga kebun si Ular. Biawak segera meyampaikan laporan atas perbuatan Woi Wulabulaen kepada majikanya si Ular besar itu, sambil bertutur dengan expresi meyakinkan katanya; maaf tuan, kebun padi dimasuki pencuri, tuan bersar! ternyata penyebab rusaknya kebun dan  gagal panen selama ini adalah perbuatan Woi Wulabulaen yang merusak dan mencurinya, kalau saja kebun ini milik kepunyaan saya pasti pencurinya suda di berikan hukuman setimpal, sesuai ketentuan adat, apalagi kejadian ini suda berulang kali keluhnya seraya membangkitkan amara memprofokasi si Ular atau lebi baik penjarakan dia saja tuan atau dengan hukuman mati. 

Setelah mendengar penuturan kronologi kejadian tersebut tanpa pembuktian dari hasil  uji petik di lapangan,  bahwa benar dan tidaknya  atas   suatu laporan Biawak, si raja Ular dengan otorita kekuasaannya spontan serta merta memutuskan; karena saudari mencuri melakukan pelanggaran adat adalah perempuan yang sedang mengandung, maka jika lahir anak laki–laki, anak tersebut harus dibunuh. Tetapi jika ia lahir anak perempuan, maka anak  tersebut akan diambil dirawat dan menjadi anak kesayangan saya.Sesudah memutuskan  hukuman kepada Woi Wulabulaen, si Ular besar segera meyampaikan kepada suaminya ratu Nebangka, tentang perbuatan istrinya. Mendengar laporan itu bahwa istrinya telah mencuri padi, ratu Nebagka merasa malu dan sangat marah, karena istrinya telah mencemari nama baik kerajaan. Karena itu ratu Nebangka menghukum Woi Wulabulaen yaitu setelah melahirkan ia tidak diperkenankan lagi untuk tinggal bersamanya, dan segera turun dari rumah dan tinggal di tempat lain. Mendengar keputusan sang ayah Wonte Ratu Adio (si sulung) merasa kecewa sedih bahkan  marah kepada ayah, sehingga mereka bersaudara bersepakat untuk mengikuti ibu, di tempat mana saja ibu mereka tinggal. 

Tidak terasa perjalanan waktu bulan kesembilan tela berlalu, saatnya Woi Wulabulaen melahirkan dan apa gerangan! teryata lahirlah anak perempuan dan di beri nama Errususello alias bintang fajar (Radammacca), woi Wulabulaen bukanya menjadi senang  melainkan menjadi tidak tenag gunda gulana, mengingat putusan hukumann si Ular atas laporan biawak sang profokator tentang rusaknya ladang dan hilangnya padi. Dalam hati woi Wulabulaen padahal cuma tiga butir padi saja Erussuello jadi jaminan, bagaimana jika tiga bulir padi pasti nyawa saya dan seluruh anak saya menjadi taruhannya, dengan berat hati ia menerima putusan hukuman itu tanpa diberi kesempatan mengklarifikasi karena  baginya  percuma saja, nasi suda menjadi bubur. semua tinggal kenanagan hanya pasrah sambil mensiasati bagaimanan mempertahankan hudup keluaga khususnya melindungi si putri  Erussuello anak perempuan semata wayang, karena tidaklah mungkin diserahkan begitu saja atau dibawa pergi oleh sang Ular besar itu, padahal ia sangat disayangi oleh saudara-saudaranya, tentunya menjadi harapan sang ibu, sebagai teman pendamping hidup menjaga dan merawatnya hingga dimasa tua nanti.  

Saat menunggu Arususuello menjadi besar, maka Wonte Ratu Adio  si sulung  menyusun strategi, membuat sketsa jalur pelayaran mencari cara untuk meyingkirkan si Ular agar mereka dapat melarikan  diri dengan aman. Woi Wulabulaen dan anak-anaknya sepakat untuk membuat perahu agar mereka dapat berlayar. Wonte Ratu Adio berpikir, bahwa agar dapat membuat perahu, diperlukan alat tukang kayu, bagaimana caranya ia minta kepada ibunya supaya putri Errussuello di cubit agar menangis. Mungkin dengan cara demikian si Ular besar mendengar dan memenuhi permintaannya. 

Di cubitlah putri Errussuello dan benar-benar menangis dengan suara keras maka datanglah si Ular besar, lalu bertanya; mengapa anak kesayangan saya menangis? kata Woi Wulabulaen, ia mengis meminta di buatkan perahu agar dapat bermain di tepi pantai. Jawab si Ular besar, biarlah saya mencari alat-alat tersebut, tetapi bujuklah siputri kesayanganku agar berhenti menangis, besok pagi akan saya berikan pedang, pahat, dan gergaji. Setelah mendapat alat tukang kayu, Ratu Adio bersama enam saudaranya langsung membuat perahu, maka jadilah sebuah perahu besar. Perjuangan mereka belum selesai, perahu belum ada layarnya. 

Untuk kedua kalinya Ratu Adio meminta agar  adiknya di suruh menangis lagi dengan cara di cubit. Menangislah Putri Errususello si Ular besarpun bertanya, mengapa  ada apa dengan anak kesayangan saya menangis lagi apakah ia sakit?  saya kuatir kalu ia sakit atau ia haus dan lapar? ibunya menjawab; tiadak jangan kwatir,  Erusuello sehat-sehat saja ia tidak sakit, baru saja selesai diberi makan dan menyusui, tetapi ia minta kain ukuran  lebar dan tali yang panjang. Kata si Ular. untuk apa kain dan tali? tiba–tiba putri Erussuello menagis keras. Siular besar bertanya lagi; mengapa ia bertambah menangis?... jawab ibunya; karena kamu tidak mau memenuhi permintaannyan ia tiadak mungkin berhenti menangis. Kata si Ular, baiklah saya cari dan berhentilah menangis. Di berikanlah kain dan tali, kemudian mereka membuat layar. Woi  Wulabulaen berkata kepada anak-anaknya; kita belum bisa berlayar jika si Ular besar melihat  sebab pasti ia tidak setujuh kalau putri Errussuello dibawa bersama-sama. Kata Wonte Ratu Adio kepada ibunya; suruh putri Erussuello menangis! 

Ketiga kalinya si Erussuello dicubit ibunya, seperti biasa si Ular besar datang dan bertanya; mengapa putri saya menangis? apa lagi yang ia minta ? jawab Woi Bulabulaen; ia minta air tetapi harus di isi di dalam bakul/bika besar ini. Si Ular  besar tidak suka mendengar anak   kesayangannya  menangis, ia mengambil  bakul/bika  besar  yang  terbuat  dari   anyaman   rotan dan langsung pergi menuju hulu sungai  melam mengambil air, namun dalam  perjalanannya menuju sungai, si ular  terus  berpikir dapatkah permintaan ini dikabulkan!  bagaimanamungkin bakul ini dapat terisi air, tetapi kalau tidak terpenuhi permintaan anak kesayangan saya pasti ia akan terus menangis bahkan sakit, si Ular terus berusaha untuk memenuhi permintaan anak putrinya  dan  sampailah ia di tepi sungai melam si Ular sangat sedih karena tidak berhasil mengambil air dengan bakul yang berlubang. Ditenga kesedian datanglah si Belut sahabat setianya mendekat dan bertanya, hai Raja Ular! mangapa bersedi? apa yang telah terjadi? jawab si Ular; hati saya sangat sedih, karena saya tidak berhasil mengambil air dengan bakul /bika ini, sementara anak saya terus mengis minta air. si Belut pun langsung mengambil bakul masuk dan berkeliling, mengeliat didalam bakul  tertutuplah lubang dengan lendirnya (lameca) kemudian di isi  air sampai penuh. Kata si Belut ambilah dan bawalah pada putri kesayanganmu. Sambil mengucapkan terimah kasih si Ular besar pergi dan memberikan air di bakul/bika besar kepada mereka. 

Wonte Ratu Adio sangat heran bagaimanamungkin si Ular besar begitu cepat mengambil air dan berhasil padahal tempat yang berlubang, karena si Ular besar berhasil mengambil air dengan cepat maka gagallah mereka berangkatKembali untuk ke empat kalinya Wote Ratu Adio meyuruh ibunya mencubit adiknya, Errussuello pun menangis datanglah si ular besar sambil bertanya apakah anak saya sakit jawab ibunya anakmu  tidak sakit tetapi kali ini ia meminta mainan yaitu seekor nyamuk, agar tidak menggigitnya yamuk harus di ikat dengan tali ijuk ini. sambil memperlihatkan tali ijuk sebesar ibu jari yang panjangnya hanya  sejengkal,  kata si ular berikanlah  tali  itu saya  segera  mencari menangkap  dan  mengikat  nyamuk. Sementara Woi Wulabulaen dan si Ular besar bercakap-cakap, Wonte Ratu Adio bersama enam saudaranya segera turun lebih awal ketepi pantai untuk menarik perhu ke laut dan  siap berangkat tinggal menunggu ibu dan putri adik mereka datang. 

pergilah si Ular besar menangkap nyamuk, segera Woi Wulabulaen bersama Putri Errussullo turun ke pantai karena sudah di tunggu ke tujuhh anaknya setibanya dipantai mereka langsung naik perahu, berangkat sebap mereka takut kalau si ular berhasil menangkap nyamuk dan dapat mengikatnya dengan cepat. Kali ini si Ular mengalami kesulitan mengikat nyamuk dengan tali ijuk sebesar ibu jari dan panjangnya hanya sejengkal.Si Biawak temannya tidak dapat membantu, ia hanya bisa melihat-liahat saja, sudah tiga jam si Ular besar belum juga berhasil mengikat nyamuk, akirnya sibiawak penjaga kebunnya berkata dari atas pohon enau; hai Ular, layar sudah terkembang menuju ke Philipina tinggal sebesar ujung janur daun kelapa.Mendengar ucapan si Biawak maka si Ular besar dengan hati yang kecewa, sedih, dan marah, langsung melompat meluncur dari ketinggian gunung piapi ke pantai meninggalkan kebun padi miliknya dipuncak piapi (pulau tanga) karakelang mengejar perahu yang membawa lari Erussuello putri kesayangannya. 

Woi Wulabulaen  berserta ke delapan orang anaknya berlayar, kini tanaman  padi dan pandan tetap tumbuh dengan subur menghiasi puncak pegunungan piapi menjadi tanaman has pegunungan. Mareka berangkat ke Mindanau Philipina untuk mencari perlindungan dari kejaran si Ular,  tidak disangka ditenga perjalanan antara pulau Karakelang-Philipina terkejar, di hadang si Ular besar persis melintang di depan perahu mereka, dengan suara lantang sang ular bertanya dimana putriku!... atau haruskah kalian saya tengelamkan bersama perahu perahu ini?... Wonte ratu adio  langsung mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga menebas sambil berkata, jangan menghalangi kami!, maka terpencarlah  dua sisik ular dalam sekali   menebas.  satu sisik jatuh dekat perahu menjadi pulau Marampit daratan besar di Kecamatan Nanusa. sedangkan satu sisik terpelenting jauh  diatas air konon menjadi daratan pulau Miangas. Kemudian ke-enam adiknya  secara bergantian  menebas dengan pedang pusaka wonte ratu adio masing-masing berhasil menjatuhkan satu lembar sisik ular besar itu konon  menjadi; tujuh buah pulau di lautan fasifik (Seven Island Of Fasific) Kecamatan Nanusa yang terdiri dari; 1. pulau Karatung (Ibu kota Kecamatan) 2. Pulau Marampit  yang di diami oleh penduduk ketiga warga kampung (Marampit, Lalluhe, dan Dampulis), 3. pulau Malloa, 4. pulau Garat, 5. pulau Mangupung ketiganya tidak berpenghuni menjadi lahan bersama usaha pertanian masyarakat,  serta berkembangnya habitat burung maleo dan ketang kenari. 6. pulau Kakorota dan, 7. pulau Intata  tempat wisata  budaya Mane’e. tak heran jika kini pulau Kecamatan Nanusa tidak utuh dalam satu  wilayah daratan/pulau tetapi tercabik-cabik terpisa menjadi 7 (tujuh buah) pulau. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan, ke-Philipina, si Ular besar pun tidak berhenti mengejarnya dan terus menghalangi pelayaran mereka tiba-tiba perahu oleng dan kandas ternyata si Ular suda berada di haluan sambil berkata turunkan layar! angin pun bertiup semakin kencang, wonte Ratu segera menebas leher si Ular, akibatnya si Ular kesakitan tiga sisik jatuh di dekat pantai Philipina terjadila pulau Marurun, Balut dan Saranggani. 

Setibanaya di Philipina mereka turun dan harus lari ke gunung untuk mencari perlindungan, namun orang Philipina menjadi takut melihat Ular  besar, sehingga  mereka mengarahkan wonte ratu adio ke gunung Awu. di Berangkatlah mereka ke gunung awu di kepulauan sangihe siau, sekarang kabupaten SITARO(Siau Tagulandang Biaro). si Ular besar terus mengejar dan sampailah di tujuan. Setelah melihat Ular begitu besar orang–orang di gunung awu pun tidak berani melindungi Woi Wulabulaen dan delapan anaknya. Wonte ratu adio tidak pata semangat tetap memberi semangat, motivasi kepada adik adiknya bahwa kita berlindung di gunung kelanbat pasti orang-orang di sana membantu kita.Berlayarlah  mereka menuju tanah minahasa gunung kelabat di bawah pimpinan Ratu Adio. Tampak dari jauh siular terus mengejar, segera mereka turun berjalan kaki langsung menuju gunung kelabat , sampailah mereka di gunung kelabat. Namun usaha wonte ratu adio siasia-saja gagal karena orang di gunung Kelabat pun tidak berani menaklukkan  si Ular itu. Karena mereka melihat ularnya sangat  besar jangan-jangan biasa mencelakakan bahkan mengobrak abrik tempat mereka sehingga  menyarankan untuk terus berlari di tempat lain.  

Wulabulaen  merenungi sambil berkata dalam hati bahwa betapa malang nasip keluargaya sambil sujut dan memohon pertolongan kepada sang kuasa kemana lagi harus berlari lautan telah diseberangi dataran lembah telah dilalui pegununganpun telah disinggahi belum juga menemui tempat yang lebih aman untuk mereka. Hanyalah angin yang satu satunya dapat mengantarkan perahu dan hidup mereka. Wulabulaen dan anak–anaknya bergegas naik perahu dan pergi dengan bantuan angin tibalah di gunung gamalama Ternate kadatong salero tempat kerajaan sultan Ternate si ular ternyata dapat mengejanya wonte ratu adio tetap tegar tidak gegaba kali ini ia mencari sasaran yang paling tepat untuk melumpuhkan si ular lalu menebas dengan sekuat tenaga terputuslah ekor si Ular, mereka sedikit lega melihat si Ular terkulai tanpa ekor. Kesempatan itu wonte ratu langsung berkomunikasi dengan penghuni gamalama meminta perlindungan tetapi penguasa gamalama juga tidak berani mengambil resiko sehingga mengarahkan mereka untuk  ke gunung Piapi Nusa Utara Porodisa. 

Mereka terus berusaha lari dari kejaran si Ular besar yang ingin membawa putri Erussuello. Wonte Ratu Adio kembali memimpin pelayaran menuju gunung Manuk darua  di pulau Karakelang Utara. Si Ular terus berusaha mengejar mereka, di saat melintas  di depan  pantai Lobo.  Ular pun tiba-tiba muncul di samping perahu mereka dengan mulut ternganga, Wonte Ratu Adio seketika  mengayunkan pedang dan menebas si ular . Akibatnya dua lembar sisik ular besar terbang dan jatuh di pantai Lobo, kini dikenal dengan nusa tofor dan nusa dolong atau dua pulau kecil didepan desa Lobo, disaat siular terdiam kesakitan, kesempatan mereka turun dan melanjutkan perjalanan menuju gunung manuk darua, semakin kelelahan berjalan kaki menjelajah pegunungan Manu darua, setibanya disana, Ratu adio kecewa setelah berkomunikasi dengan penguasa gunung Manuk darua untuk memohon perlindungan namun penguasa mengatakan; kamu semua boleh saja tinggal di sini, tetapi kami tidak bisa menjamin keamanan karena kami tidak mampu mengusir apalagi membunuh si Ular besar itu. 

Wonte Ratu Adio kembali mengajak ibu dan saudaranya ke gunung Ayabanna di pulau salibabu. Nampak dari jau si ular besar tetap mengejar. Mendekati tanjung area di Lirung tiba-tiba kepala si Ular muncul lagi di buritan sambil berkata; berikan anak itu! kamu tidak berhak memelihara putri  Erussuello sebab kamu telah melanggar adat. Woi Wulabulaen diam saja tetepi tiba-tiba Wonte Ratu Adio  mengayunkan pedang langsung menebas leher si Ular  besar,  dan dua lembar sisik yang jatuh di depan Lirung, atau menjadi pulau sara kecil dan pulau sara besar. melihat si ular besar menggeliat kesakitan, kesempatan mereka turun dan melanjutkan perjungan mereka, dengan berjalan kaki menyusuri belantara pegunungan ayambanna, sesampainya disanan, mereka diterima dengan senag hati, mereka merasa aman, namun penghuni gunung ayambanna pun berkata; kami hanya mampu menjamin keamanan selama tiga hari, sambil menunjuk dan berkata mungkin akan lebih aman ke pulau tanga, karena gunung disana lebih tinggi dan ada dua orang penghuninya. Mendengar petunjuk dari penghuni ayambanna Woi Wulabulaen langsung mengajak putri Erussuello dan saudarannya berangkat melanjukan perjalanannya, sejenak mereka berembuk Woi Wulabulaen tidak yakin kalau disana ada penghuninya demikian wonte Ratu mengetahui benar bahwa sepeninggalan  mereka melarikan arussuello waktu itu tidak ada sipa-siapa lagi, namun demikian tidak ada tempat lain untuk kita berlindung lebih aman, ayolah kita mencoba ajaknya! ahirnya kembali lagi kegunung piapi dimana anak-anaknya dilahirkan atau di pulau tanga Pulutan muda-mudahan benar kata penguasa gunung ayambanna  bahwa suda ada penghuninya. 

Wonte Ratu adio membangkitkan kembali semangat ibunya dan ketujuh saudarahnya, bahwa kita jangan putus asa tetaplah tegar dan pantang menyera ingat tali pusar kita ada disana, dengan keyakinan dan langkah pasti,  langsung mengajak sang ibu, segera mengemas barang bawaan dan pergi melanjutkan perjalanan kekampung halaman gunung Piapi. Menaiki perahu melanjutkan pelayaran menuju tanjung manantore Bowombaru Si Ular besar juga dengan sisa tenaganya  ia terus berenang mengikuti perahu Woi Wulabulaen dan anak-anaknya yang semakin jauh, si Ular besar terus berjuang, dan berharap kiranya putri Erussuello dapat dibawah pulang ketana Cina. 
Sampailah mereka di pelabuhan pulau tanga (pulutan), wonte ratu berfikir untuk menghilangkan jejak mereka sepakat sebaiknya perahu ini ditengelamkan saja. Mereka semua setuju dan kini tanda tenggelamnya perahu itu menjadi batu karang di tenga pelabuhan pulutan yang lebih dikenal dengan gunung batu di dasar laut oleh budaya masyarakat setempat disebut papunna (penguasa). turun dan berjalan mendaki hingga sampai di puncak gunung Piapi, mereka bertemu dua orang laki-laki yang belum di kenal diantara antara hamparan semak  rerumputan hutan padi pandan dan jenis-jenis tanaman pantai lainnya, ternyata benar yang disampaikan penguasa gunung ayambanna kedua orang ini adalah Mannatta dan Daralos sebagai pengrajin besi atau pandai besi yang tinggal di Piapi dengan leganya Ratu adio sambil berseru dalam hatinya terimakasih Tuhan kami dapat kembali ketanah leluhur dan dipertemukan dengan orang yang mungkin  dapat membantu kami. 

Mannatta melihat anak perempuan bersama woi Wulabulaen dan tujuh anak laki-laki, langsung mempersilahkan mereka duduk, dan Daralos menyambutnya dengan menyuguhkan air dan makanan sekedarnya. Apa gerangan kata daralos! kalian biasa ada di tempat ini, mungkin ada yang dapat kami bantu sambil mempersilahkan menikmati hidangan, tetapi woi Wolabulaen tidak menghiraukanan makan dan minum langsung menyampaikan maksud kedatangan mereka kepada Mannatta dan Daralos, bahwa kedatangan kami kepuncak gunung Piapi ini karena kami terancam!... terancam? sahut Daralos! ya benar tuan mohon pertolongan! kami dalam keadaan bahaya ular besar terus mengejar kami, sekali lagi hanyalah tuan-tuan yang dapat meluputkan kami dari malapetaka berkepanjangan ini. 

Mendengar permohonan mereka Manatta dan Daralos langsung bertindak segera tiga buah batu di bakar sekaligus. Wonte Ratu bergegas mengajak ke-enam saudaranya membuat benteng pertahanan, menutup jalan si Ular besar agar tidak sampai ketempat Mannatta dan Daralos, dimana adik mereka disembunyikan. Maka jadilah tujuh benteng pertahanan yang oleh leluhur gunung Piapi menyebutnya “Ngara Pitu” atau 7 (tujuh) pintu batu pertahanan.           

Diluar dugaan siular si Ular besar naik melalui pantai mawira, tidak melalui sungai  mangaramba dimana terdapat tujuh benteng pertahanan (ngara pitu). Sampai ditempat Mannatta dan Daralos, si Ular Besar berontak tidak  mempedilikan sipandai besi dengan suara keras berkata kepada woi Wulabulaen dimana anak putri dan siapa kedua orang ini ? Mannatta dan daralos tersentak ketakutan dan heran melihat ular begitu besar lagi pula biasa bicara, Daralos sambil tersenyum ia menyapa dengan santunya kepada si Ular besar itu, seola-olah ia belum tau serunya! hai Ular  ada apa dengan mereka, sesuai denga  adat istiadat di sini, setiap   tamu  yang   datang   harus di beri; minum, tembakau, makan siri, dan pinang, sebagi bentuk solidaritas dan rasa hormat kami, beristirahatlah sebentar! tenangklanlah hatimu. 

Baiklah akan saya tunggu, jawab si ular tetapi jangan terlalu lama, karena saya harus cepat kembali ke tanah Cina membawa si Erussuello, lalu di manakah anak-anakmu yang lain Woi Wulabulaen? ada di dalam ruma, mereka sedang tidur beristirahat jawab si woi Wulabulaen; lanjut Daralos mengajak si ular ayo! dekatlah di sini, jangan tergesa-gesa minumlah dahulu, si Ular langsung memebuka mulutnya, di telannya air dingin secangkir, kemudian di berinya dua  batu yang baru saja diangkat dari tungku pembakaran, sambil berkata ini tembakau dan siri di telanya kedua batu itu, sesaat keduanya heran kebingungan melihat si ular hanya menggeleng-geleng kepala,  dengan segera di susul satu batu bermagnit seperti belahan pinang berwaja belut, yang di bakar kemerahan sambil berkata ini pinangnya si Ular membuka mulut semakin besar, dan ditelannya  batu pinang bermagnit itu, keduanya saling menatap diam tercengang kebingungan melihat si ular pucat pasi namun tidak berhenti menggeleng kepala, ternyata ia telah merasakan sakit yang luar biasa.   Si  Ular  besar pun terkulai  jatuh  tergelincir  kekaki gunung piapi. 

Mannatta dan Daralos penasaran mereka terus mengikuti kemana ular besar itu jatuh ternyata didapatinya si ular terkapar dengan kondisi tubuhnya berantakan empedunya pecah hampir tidak dapat dikenali bagian tubu yang utuh hanyala kepala yang terpisa dari tubunya dekat dengan batu pinang bermagnet menyerupai kepala Belut di muara sungai kepala ular (puang katoan). Ratu Adio bersama ke enam saudaranya tidak mengetaui peristiwa ini karena sedang bejaga-jaga di tujuh benteng pertahanan, karena itu Woi Wulabulaen dan putri Errussuello bersama Daralos dan Mannatta  memanggil ketujuh  anak laki-laki menyampaikan berita menggemparkan itu, dengan hati yang gembira namun di selimuti dengan suasana haru woi Wulabulaen menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa kita suda merdeka telah selamat, luput dari jajahan si Ular, ia mati  badannya terpenggal-penggal kepalannya di telan bumi dimuara sungai puang katoan (kali kepala ular). 

Mendengar berita itu ke enem anak laki-lakinya tidak percaya sehingga wonte Ratu mengajak semua untuk pergi melihat keberadaan ular itu, woi Wulabulaen mengiakan lalu mereka turun ke kali kepala ular di anne mawira (pantai pasir putih) sesampainya disana ke enam anak laki-laki tidak dapat mengenali lagi badan si ular yang utuh hanyala kepingan  batu yang tersusun membentang memanjang diantara sungai melam dan suangai kepala ular di tengahnya ada sumber  air berwarna kebiruan di duga adalah air empedu, sedangkan kepalanya ada dimuara sungai puang katoan terkubur alami menjadi misteri bagi keenam anak laki-laki, karena  tidak kelihatan setiap saat tetapi hanya sewaktu-waktu, pada bulan langit tertentu atau di musim hujan.  
Kini mereka hidup aman, tentram dan bahagia di gunung piapi bersama Mammatta dan Daralos, sebagai orang berbudaya tentunya mereka berterima kasih kepada leluhur gunung Piapi telah mendukung perjuangan hingga bebas dan kemerdekaan, terlebih kepada Tuhan sang pencipta semesta atas restuNya mereka diselamatkan dengan keyakinan bahwa; peryertaanNya senantiasa ada sekarang dan selama-lamanya Amin. (Rintulu uataan nallo).- 

Kini cerita rakyat Legenda Batu Ular menjadi dokumenter tertulis yang didukung dengan potret temuan karya fotografi adalah bukti benda cagar budaya alam; yang terus terjaga dalam suatu daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan perikehidupannya di lindungi  oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Dengan demikian bahwa simpul kultur budaya pemimpin Feodal, yang dianut/diadopsi dari sistem sosial di Eropa menjadi pembanding menuju perubahan bagi kepemimpinan Demokratik dan gaya kepemimpinan Karismatik: dimana pemimpin mempunyai banyak pengaruh, dan dapat menggerakkan dan mengilhami pengikutnya dengan suatu visi yang dapat diselesaikan melalui usaha keras yang dijalankan bersama. Mengelolah kekayaan alam secara baik teratur sesuai dengan fungsi dan kegunaanya buat kita dan untuk warisan anak cucu kita dikemudian. Menggali dan mengembangkan kekayaan nilai-nilai budaya yang terus terjaga dan lestari menjadi sarana peneguhan identitas lokal dan karakter bangsa.  Kiranya cerita legenda Batu Ular (Legend Of Roc Snake) akan mengilhami pembaca dalam mengenal kultur budaya Talaud yang kondusif dan religi dengan semboyan “sansiotte sampate-pate”. 

Akhirnya sebagai penulis pewaris karya-karya besar  Tuhan  patut kita berterima kasih dan mensyukuri atas karuniaNya, dan sebagai masyarakat yang berbudaya kita berterima kasih kepada leluhur tanah ini, tua-tua adat, sebagai sumber informasi sehingga situs budaya batu Ular tetap terjaga dan lestari. Semoga legenda ini menjadi catatan cerita berharga dalam pemaknaan kembali nilai-nilai budaya positif tak benda. Dengan demikian jika kita mau di sebut warga Talaud yang berbudaya pastikan  jujur di hati, jika kita ingin di sebut masyarakat Talaud  yang dipercaya pastikan jujur ditangan tetapi; jika kita setuju dijuluki warga masyarakat Talaud yang Jujur dan dipercaya  kita harus mewujudkan arti kejujuran “Jujur di Hati dan Jujur di Tangan”. Agar kita dapat meraih puncak kesuksesan dan kepuasan budaya kerja